Kamis, 16 Februari 2012

Peran Apoteker di apotik


Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13). Yang dimaksud praktek kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Keberadaan apotek turut membantu pemerintah dalam memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI, sesungguhnya menaruh harapan yang besar kepada peran serta profesi apoteker (khususnya apoteker pengelola apotek) yang merupakan ujung tombak dalam pendistribusian perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa apotek merupakan suatu jenis bisnis retail yang harus dikelola dengan baik agar memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan menjaga kelangsungan hidupnya. Untuk dapat mengelola apotek, seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian saja, karena mengelola sebuah apotek sama saja mengelola sebuah perusahaan. Dibutuhkan kemampuan manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan, sarana, keuangan dan pengelolaan sumber daya manusia.
Melihat pemaparan diatas, secara umum peran seorang apoteker dalam apotek dapat kita bagi menjadi 3 bagian, yaitu peran profesional, peran manager, dan peran retail. Seorang apoteker pengelola apotek haruslah menjalankan ketiga peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
Profesional
Peran profesi seorang apoteker di apotek tidak lain adalah melaksanakan kegiatan Pharmaceutical Care atau asuhan kefarmasian. Salah satu tujuan utama asuhan kefarmasian adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Maksudnya pasien yang sakit bisa menjadi sehat, dan pasien yang sehat bisa menjaga kesehatannya tersebut.
Penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004. Dalam PP no. 51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat bahwa apoteker harus selalu ada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian.
Bila seorang apoteker ingin melaksanakan asuhan kefarmasian, ia harus memiliki 3C. Apa itu ?
3C adalah Competency, Commitment, dan Care. Apoteker sejatinya harus memiliki kompetensi, maksudnya memiliki ilmu (knowledge) dan keterampilan (skill) dalam melakukan asuhan kefarmasian. Ilmu tersebut misalnya untuk obat-obatan diabetes, jantung, kolesterol harus diminum secara teratur, jangan berhenti kecuali konsultasi dengan dokter. Contoh lain untuk salep kortikosteroid penggunaannya tidak boleh ditekan di tempat yang luka dan jangan terlalu tebal mengoleskannya. Informasi-informasi seperti itu yang harus diberikan kepada pelanggan. Jadi kalau bukan apoteker, siapa lagi yang harus turun ?
Apoteker harus berkomitmen dalam melaksanakan asuhan kefarmasian, siap membantu dengan ikhlas, sabar dan peduli kepada pelanggan. Bila menerima keluhan dari pelanggan, jadilah pendengar yang baik.
Bila anda tidak punya salah satu dari 3C tersebut, berarti anda belum melakukan GPP.
Manager
Apa yang harus dikelola oleh seorang manager ? Biasanya supaya mudah saya singkat jadi 3-ang, yaitu barang, uang, orang. Namun secara umum seorang manager itu harus mengelola resources yang ia miliki. Tidak hanya barang, uang dan orang, tapi juga waktu, tempat, dan lain-lain.
Salah satu kunci sukses pengelolaan persediaan barang di sebuah apotek adalah service level 100%. Artinya apotek mampu memenuhi semua permintaan akan obat (baik resep maupun non resep), sehingga ratio penolakannya 0%. Untuk dapat menjamin service level tersebut diperlukan perencanaan (planning) yang sangat matang, jangan sampai ada penumpukan barang (over stock) atau persediaan habis (out of stock). Itulah tugas seorang apoteker sebagai manager. Tujuannya adalah supaya perputaran persediaan atau Inventory Turn Over maksimal, risiko over stock dan out of stock diminimalisir. Bila sudah demikian akan menambah kepuasan pelanggan karena permintaan akan obat selalu terpenuhi. Kepuasan pelanggan akan berimbas kepada loyalitas pelanggan dan juga menambah pelanggan-pelanggan baru.
Tidak hanya barang, uang juga harus dikelola karena uang merupakan hal yang krusial dalam bisnis. Sebaiknya uang hasil penjualan satu hari tidak digabung dengan uang untuk keperluan operasional apotek. Dan uang hasil penjualan satu hari harus sama dengan jumlah barang yang keluar. Jadi jangan sampai ada barang tak ber-uang, atau uang tak bertuan. (silahkan dimengerti sendiri maknanya).
Apoteker di sebuah apotek harus menjadi pemimpin yang baik bagi pegawai yang lain. Memelihara rasa kekeluargaan antar pegawai, memberikan contoh yang baik dan mampu membina pegawai2nya supaya lebih baik. Apoteker juga harus bersikap profesional dalam hal ini, lebih bagus lagi menerapkan reward and punishment sehingga apotek dapat maju dengan pegawai2nya yang berkualitas (bukan hanya kuantitas).
Retailer
Ritel merupakan tahapan akhir dari kanal distribusi, yaitu usaha penjualan barang atau jasa kepada konsumen untuk keperluannya masing-masing. Kunci sukses seorang apoteker sebagai retailer adalah Identifying, stimulating, dan satisfying demands.
Identifying
Identifying
disini maksudnya adalah menganalisis dan mengumpulkan informasi-informasi mengenai konsumen. Informasi tersebut tidak lain adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa yang membeli ? Apa yang mereka beli ? Mengapa mereka membeli ? Bagaimana mereka memutuskan untuk membeli ? Kapan mereka membeli ? Dimana mereka membeli ? Seberapa sering mereka membeli ?
Seyogyanya apoteker harus mengetahui perilaku-perilaku membeli dari konsumen dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Misalnya saat musim haji, yang banyak dicari adalah multivitamin dan penambah stamina.
Perilaku membeli tersebut juga dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah profil demografis. Faktor-faktor profil demografis tersebut antara lain usia, gender, pekerjaan, pendidikan, etnis, lokasi dan lain-lain. Bila profil demografis diketahui, maka kita akan segera mengetahui peluang-peluang yang menjanjikan. Misalnya bila apotek terletak didaerah lokalisasi, yang banyak dicari pasti kondom, lubrikan, obat kuat dan lain-lain (Saya tidak mengajarkan hal-hal yang negatif, tapi inilah REALITAS).
Stimulating – Satisfying demands
Setelah menganalis perilaku membeli konsumen, maka selanjutnya harus dilakukan stimulating, yaitu memberi isyarat atau dorongan sosial, komersial dan lain-lain dengan diikuti pemberian informasi-informasi yang dibutuhkan konsumen mengenai produk yang akan dibeli. Hal ini perlu dilakukan karena sepandai-pandainya kita menganalisis perilaku membeli, tetap keputusan akhir terletak pada konsumen.
Tugas selanjutnya setelah konsumen ingin membeli yaitu memenuhi permintaan tersebut. Berikan pelayan yang terbaik, jujur dan penuh kesabaran. Dan yang terpenting adalah produk yang dijual harus tepat kualitas, tepat jumlah, tepat waktu. Inilah yang dimaksud satisfying demands.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar